Pelajaran
Solo,
24 Agustus 2016
03:05
WIB
Malam
ini kamu dan aku akhirnya duduk berdampingan. Kamu ditemani sebatang rokok dan
aku berteman segelas soft drink. Dalam 5 menit pertama hanya ada kesunyian,
kamu sibuk dengan pikiranmu sedangkan aku sibuk menebak apa yang kamu pikirkan.
Aku jengah dengan kesunyian ini, hingga akhirnya aku memutuskan untuk bertanya
tentang apa yang sedang terjadi pada kita. Kamu tidak langsung menjawabnya, kau
hisap rokokmu dua kali baru kemudian berbicara.
“
Kalau aku sih yakin dek, semua hal itu memiliki waktunya masing-masing. Pasti
datang diwaktu yang tepat. Tinggal nantinya kita rasain aja semua yang terjadi.
Prinsipku selagi aku masih muda, semua hal aku telan, aku tidak membatasi
diriku dalam hal apapun.”
Kamu
mulai bercerita tentang bagaimana hancurnya kamu sesaat setelah berpisah dari
cintamu, bagaimana keluargamu masih sering menanyakan mantan kekasihmu, serta
bercerita bagaimana jatuhnya kamu saat ditinggal bapak pergi. Saat kamu
bercerita, aku berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang sudah terkumpul di
pelupuk. Kamu yang terlihat kuat, cuek, dan santai ternyata pernah sedalam itu
terluka, namun jawabnmu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Kutanyakan
sekali lagi kepada kamu
“Mas,
kita kayak orang pacaran ya? Hehe..”
Hening.
Kamu tidak menjawab hanya melontarkan sebuah senyuman. Bukan senyum manis tulus
yang kamu lontarkan melainkan sebuah senyum yang dipaksa. Aku pun hanya bisa
tersenyum melihatmu, aku tersenyum karena mulai menyadari semua ini tidak berjalan
sesuai dengan yang aku pikirkan.
Pertama kalinya kamu dan aku
memiliki kesempatan seperti ini, tapi lebih banyak diisi oleh diam. Seolah
berusaha menyelami diri sendiri, menemukan tujuan utama mengapa kamu dan aku
bisa sampai pada titik ini.
“Kamu
itu ternyata banyak yang diluar dugaanku loh dek.” Ucapmu tiba-tiba
“Diluar
dugaan gimana? Emang kamu mikirnya aku gimana?” balasku
Lagi-lagi
kamu hanya melontarkan senyuman dan kemudian melanjutkan menikmati rokokmu. Aku
ikut diam, mencoba menggali arti sesungguhnya dari pernyataanmu.
“Emang
kok, aku gak sebaik itu.” Ucapku setelah menyadari maksud ucapan kamu
“Sama
dek.”
Setelah
sekian lama banyak diisi keheningan, kamu kembali bercerita tentang
sifat-sifatmu, tentang bagaimana sikap ibu mu setelah bertemu denganku,
bagaimana kamu mencoba bangkit dari kenangan masa lalu. Kembali aku mencoba
menahan air mata, namun gagal. Setetes air jatuh dari mata kananku, kemudian
disusul tetes lainnya. Aku malu, sangat malu untuk menangis di depan kamu. Di
sela-sela cerita, kamu meminum anggur yang kamu bawa. Aku paham, kamu juga
merasa sakit lagi saat menceritakan ini semua padaku, membuatku semakin tidak
bisa menahan derasnya air mata.
“kamu
ngapain nangis heh? Hahaha” ucapmu saat melihatku mengambil sehelai tissue
“diem
mas. Jangan ngejekin” ucapku sinis karena aku merasa sangat malu
“Kamu
itu jangan bikin ribet hidup. Apa tujuanmu paling dekat? Apa prioritas utamamu?
Kuliah kan? Udah kamu kuliah dulu dek sampai lulus, baru kemudian mulai mikirin
hal lainnya.. gitu terus, hidup harus punya tujuan. Harus kayak piramida selalu
menuju ke satu titik, fokus! Biar nanti kamu sukses dek.” Kamu menasehatiku
tiba-tiba.
Awal aku bertemu denganmu sungguh
sama sekali tidak menyangka akan sampai pada titik ini, sama sekali tidak
menyangka akan ada perasaan yang terlibat. Namun seiring waktu aku semakin
dekat padamu, mulai merasa nyaman padamu. Aku sudah membulatkan niat untuk
menyerah pada yang lain dan hanya berjuang untukmu, aku sudah siap melepaskan
semua kostum dan topengku dihadapanmu. Namun sesaat aku melakukannya, aku mulai
menyadari bahwa kamu tidak menginginkan hal yang sama. Ucapan kamu malam ini
mnyadarkan ku mas, dan aku berterima kasih atas hal itu. Tiba-tiba saja aku
tersenyum, merasakan lega di dada.
Mungkin
saja kamu dan aku dipertemukan untuk saling belajar, saling menguatkan, saling
memperbaiki hati yang hancur, namu tidak akan mungkin bersatu. Mungkin juga
kita hanya berpapasan sejenak di persimpangan untuk sama-sama mengetahu luka
yang lain, untuk kemudian menjadi tameng
yang kuat untuk hati dan jiwa kita masing-masing
Komentar
Posting Komentar